Selasa, 21 Oktober 2008

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

DALAM MEWUJUDKAN KESUKSESAN GERAKAN NASIONAL REHABILITASI LAHAN DAN HUTAN

Oleh: Risvan Anwar

I. Pendahuluan

Sampai pada akhir tahun 2005 keberhasilan dalam rehabilitasi lahan dan hutan melalui proyek reboisasi baik hutan produksi, hutan konservasi, hutan lindung maupun hutan rakyat oleh pemerintah belum menggembirakan. Walaupun pada lokasi-lokasi tertentu nampak beberapa keberhasilan. Keberhasilan tersebut sangat dipengaruhi oleh motivator yang ada.

Banyak faktor non teknis sebagai penyebab kekurangberhasilan program tersebut disamping faktor teknis yang yang tidak terapliksikan sepenuhnya. Faktor-faktor non teknis tersebut antara lain: (a) perbedaan kepentingan dari proyek dengan kebutuhan masyarakat (petani) setempat; (b) sarana-sarana penunjang yang terlambat dan kurang; (c) persepsi masyarakat yang menganggap proyek-proyek tersebut adalah milik pemerintah. Jadi, pemerintahlah yang bertanggungjawab; (d) kurangnya penjelasan dan penerangan kepada penduduk; (e) keterlibatan penduduk setempat kurang jelas dan keterbatasan pada waktu tertentu, hal ini antara lain karena keikutsertaan penduduk yang bermotifkan kepada upah saja. Beberapa faktor teknis yang menyebabkan kurang berhasilnya program ini antara lain: (a) keadaan/tingkat pertumbuhan bibit yang ditanam dilapangan masih belum sesuai dengan persyaratan, terlalu muda sehingga kemampuan kompetisi dengan tanaman lain sangat rendah; (b) jarang/tidak dilakukan pemupukan pada pertanaman, sedangkan lahan yang direhabilitasi adalah lahan-lahan yang kritis; (c) kurang pemeliharaan dan evaluasi pertanaman.

Masyarakat setempat seharusnya dapat berperan dalam pemeliharaan dan evaluasi ini, tetapi karena merasa tidak bertanggungjawab maka mereka apatis dan berdiam diri. Dari beberapa pengalaman, keberhasilan mengajak masyarakat secara penuh dan musyawarah terhadap arah dan sasaran proyek dengan masyarakat setempat merupakan kunci keberhasilan proyek ini. Disinilah peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pendamping sangat menentukan.

Masyarakat disekitar hutan umumnya adalah masyarakat petani dan pemanfaat hasil hutan, baik berupa kayu maupun non kayu. Kerusakan hutan banyak dilakukan oleh masyarakat disekitar hutan ini. Apalagi pada musim paceklik dimana sumber pangan mulai langka dan kemampuan beli masyarakat rendah, satu-satunya jalan mudah adalah merambah hutan baik untuk kayu bakar, kayu pancang maupun bahan bangunan. Untuk mencegah kerusakan hutan yang semakin meluas maka sumber-sumber pendapatan masyarakat sekitar hutan perlu dialihkan keusaha lain yang lebih menguntungkan. Untuk dapat mengalihkan sumber pendapatan masyarakat disekitar hutan ini ke usaha lain yang lebih menguntungkan maka mereka perlu diberdayakan.

Pemberdayaan masyarakat mengandung pengertian meningkatkan kemampuan masyarakat dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (SDM), peningkatan dalam permodalan maupun bidang usahanya (pengembangan kegiatan ekonomi) dan penguatan kelembagaan sosial ekonomi. Sehingga meningkat kesejahteraan masyarakat. Pada akhirnya terwujud kemandirian bahkan tumbuh keswadayaan masyarakat dalam partisipasi pembangunan.

II. Model Pendekatan

1. Model tindak manusia (Human action model)

Pembangunan yang sektoral dan menggunakan mekanisme proyek untuk mencapai pembangunan masyarakat desa akan menemui banyak kendala yang membatasi dalam mengadakan perlibatan masyarakat. Pembangunan menjadi suatu kegiatan ekstern yang dibawakan oleh pemerintah dan aparaturnya dan tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat setempat yang sifatnya spesifik. Pendapat yang mengatakan bahwa kegagalan suatu proyek pembangunan disebabkan oleh ketidaksiapan masyarakat menerima proyek, sebagian mungkin benar. Namun mungkin saja pihak pemerintah belum siap melibatkan masyarakat dalam pembangunan tersebut.

Berdasarkan masalah tersebut ditawarkan model pendekatan “Tindak Manusia” (Human Action Model). Pada model ini terdapat beberapa prinsip: (a) Tindak kreatif merupakan akhir dari suatu roses yang dilandasi oleh nilai-nilai dan norma-norma yang diterjemahkan dalam tindak (action) melalui pengembangan institusi dan mekanisme yang tepat; (b) Pembangunan sebagai proses perubahan merupakan merupakan tindak kreatif, yang didorong oleh suatu keterkaitan atau inner commitment (perorangan dan masyarakat) untuk mencapai sesuatu yang lebih baik; (c) Penumbuhan inner commetment, kelembagaan dan mekanisme pembangunan serta kemampuan-kemampuan pengelolaan sebagai proses perubahan yang kreatif, merupakan suatu proses pendidikan masyarakat.

Prinsip-prinsip tersebut pada dasarnya mengargumentasikan agar pembangunan pedesaan merupakan suatu proses di dalam masyarakat desa itu sendiri, agar dapat berkembang secara mandiri. Untuk itu perlu diciptakan iklim yang merangsang perkembangan oleh masyarakat sendiri. Sistem proyek, terutama sektoral merupakan penghambat karena sukar melibatkan masyarakat untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan untuk membangun, mulai dari prakarsa sampai dengan pelaksanaannya. Masyarakat desa menjadi obyek pembangunan. Dalam model tindak manusia ini maka masyarakat desa dilihat sebagai subyek pembangunan.

2. Model kebijakan yang didasarkan komunitas desa (community based development)

Model pendekatan ini merupakan pendekatan yang khas untuk suatu tempat dengan kebudayan tertentu (locality & culture spesific). Ia merupakan proses perubahan yang dimulai atas dasar persepsi masyarakat atas kebutuhan yang dirasakan pada saat itu untuk merubah dirinya untuk mencapai suatu keadaan yang lebih baik. Permasalahannya adalah bagaimana untuk memulai proses perubahan tersebut pada tingkat dimana sebanyak mungkin warga desa dapat langsung berperan dalam mengambil keputusan. Dari berbagai pengalaman titik masuk yang terbaik untuk memulai proses ini adalah pada tingkat RT. Keberhasilan pada tingkat RT ini akan memulai pembangunan dengan cepat dan akan menjalar pada tingkat kampung.

Untuk mendorong tumbuhnya proses perubahan tersebut perlu suatu lembaga yang bebas (independent) yang berorientasi pengabdian/pelayanan seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang kini sudah banyak tumbuh atau Lembaga Perguruan Tinggi yang salah satu tridharmanya adalah pengabdian masyarakat.

III. Strategi Pemberdayaan

Meskipun proyek GN RHL/Gerhan ini merupakan reboisasi hutan sebaiknya program-program yang dilaksanakan merupakan program dengan pendekatan kesejahteran yang merealisasikan multiple use of land (penggunaan lahan yang multi guna). Didalam program ini selalu diusahakan bagaimana meningkatkan kesejahteraan penduduk sekitar hutan. Oleh karena itu kegiatan Gerhan ini perlu diikuti dengan program-program percontohan lainnya seperti penanaman tanaman pangan (jagung, umbi-umbian), hotrikultura (bunga-bungaan, buah-buahan, sayur-sayuran), perkebunan, penanaman hijauan makanan ternak, ternak, penanaman berbagai jenis kayu bakar, beternakan unggas, ternak ikan, ternak lebah, industri rmah tangga dan lain sebagainya.

Program-program percontohan tersebut diharapkan berkembang menjadi expansion diffusion. Terjadinya ekspansion diffusion meskipun lambat tetapi pada umumnya keberhasilannya lebih terjamin. Hal ini disebabkan oleh faktor keberhasilan dan kebutuhan yeng merupakan pendorong utama. Program penyelamatan tanah dan air, misalnya pembuatan teras, penanaman jalur hijau dan lain-lain merupakan contoh expansion diffusion.

Perkembangan setiap program pembangunan yang dicontohkan, biasanya akan ditiru oleh penduduk. Apalagi bila penduduk telah mengetahui dengan pasti keberhasilannya.

Selain program percontohan yang nantinya akan ditiru oleh masyarakat, maka perlu membangun partisipasi masyarakat melalui pembentukan dan penguatan kelompok usaha/sasaran. Pelatihan-pelatihan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat baik itu managemen usaha maupun kemampuan teknis bagi kelompok sasaran perlu digalakkan. Materi pelatihan harus sesuai dengan kebutuhan.

Kendala utama dalam pengembangan usaha masyarakat desa adalah lemahnya permodalan. Oleh karena itu perlu diupayakan penguatan modal, baik modal usaha, modal kerja maupun modal pengembangan usaha. Kerjasama dengan pihak perbankan dan lembaga pembiayaan lainnya perlu dijalin.. Beberapa lembaga sosial ekonomi yang perlu dikembangkan adalah unit usaha keuangan seperti Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Unit Simpan Pinjam, Bank Perkreditan Rakyat dan Koperasi. Unit-unit usaha ini bermitra dengan beberapa lembaga pembiayaan dan perbankan, baik milik pemerintah maupun swasta untuk mendukung permodalan petani.

Selain itu perlu dirintis dan diperkuat akses pemasaran produk. Peran lintas sektoral sangat dibutuhkan dalam masalah ini, terutama dalam menampung hasil usaha, jaringan pemasaran dan peningkatan infrastruktur.

Untuk membantu agar kelompok masyarakat dapat mempersiapkan diri untuk berperan lebih aktif, maka ditingkat pedesaan diperlukan bantuan LSM. LSM berfungsi sebagai motivator, fasilitator dan keperantaraan yang dapat melibatkan kelompok masyarakat pada tingkat RT atau kampung untuk memulai proses perubahan. Untuk itu LSM membutuhkan pengakuan (legitimasi). Efektivitas perannya akan sangat membantu jika ia menjalankan tugasnya secara profesional, dimana ia dapat memberi interpretasi yang konstruktif mengenai kepentingan masyarakat dan juga mengenai program-program pemerintah pada masyarakat. Dengan demikian ia merupakan bagian dari pada mekanisme untuk memecahkan konflik.

---------------------

Penulis adalah Dosen FP Unihaz Bengkulu

Tidak ada komentar: