Selasa, 21 Oktober 2008

MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI SAWAH

MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI SAWAH

Oleh: Ir. Edi Nevian

Pernahkan kita memperhatikan perubahan tingkat kesejahteraan para petani padi sawah? Lingkaran kemiskinan tidak pernah lepas dari kehidupan mereka. Umumnya yang terjadi pada mereka adalah jumlah anggota keluarga yang semakin bertambah, luas lahan sawah mereka yang semakin berkurang dan terbelit hutang, akhirnya mereka menjadi buruh tani di tanah yang dulunya milik mereka sendiri.
Mengapa nasib petani padi sawah kita demikian? Petani padi sawah semestinya menjadi pihak yang diuntungkan karena mereka memegang monopoli produksi. Apalagi ukuran ketahanan pangan Indonesia adalah tersedianya produksi padi dan stok nasional beras, bukan sumber pangan lain seperti jagung, umbi-umbian atau gandum. Pasar beras dikendalikan pemerintah, sehingga harga beras tetap stabil pada tingkat yang terjangkau seluruh konsumen, termasuk petani. Kebijakan ini sangat bijaksana disaat pendapatan masyarakat yang masih rendah seperti sekarang ini. Kalau harga cenderung naik maka pemerintah melakukan operasi pasar sehingga harga beras terkendali, stabil dan tetap rendah. Dikeluarkanlah beras dari simpanan pemerintah. Kemudian pemerintah mengimpor beras kembali sehingga stok digudang Bulog tidak berkurang. Tahun 2006 pemerintah mengimpor beras sebesar 210.000 ton dengan dana Rp. 390 milyar lebih. Tahun 2000 pemerintah mengimpor beras sebesar 1,355 juta ton, 2001 sebesar 644.000 ton, 2002 sebesar 1,8 juta ton, 2003 sebesar 1,428 juta ton, 2004 sebesar 236,87 ribu ton, dan 2005 sebesar 173,57 ribu ton.
Kebijakan impor beras ini mungkin saja tidak menurunkan harga beras karena hanya untuk cadangan pemerintah yang disimpan pada gudang Bulog, bukan pada pasar. Namun bagi petani kesempatan menambah pendapatan (profit taking) dari kelangkaan beras tidak pernah mereka kecap. Untuk menjaga agar nasib petani padi sawah tidak terlalu terpuruk jauh, pemerintah mempolakan sistem subsidi bagi petani. Subsidi tersebut berupa keringanan dalam pengadaan sarana produksi sehingga petani bisa membeli pupuk, benih, pestisida dengan harga yang sebanding dengan harga jual produk gabahnya. Jelas sekali kebijakan ini seolah-olah mematok standar hidup petani. Namun dirasakan kurang adil karena harga-harga barang lain kebutuhan petani dan sektor jasa relatif tinggi yang tidak terjangkau oleh penghasilan petani. Nilai tukar produk padi petani dirasakan semakin merosot dan petani menjadi semakin miskin.
Kebijakan padi sentris seperti ini mengakibatkan perhatian pemerintah pada komoditi palawija dan hortikultura kurang mendapat perhatian dan dorongan intensifikasi, akibatnya membanjirlah produk palawija dan hortikultura di negeri ini dari negara-negara yang mengalami kelebihan produksi. Hal ini mengakibatkan kehidupan petani padi sawah lebih tidak menguntungkan. Apalagi bila ada keinginan pemerintah untuk mengurangi subsidi atau menaikkan harga sarana produksi, akan berakibat bercocok tanam padi sawah tidak prospektif lagi. Rasionalitas petani akan bangkit, mereka membanding-bandingkan pendapatannya dengan petani lain yang tidak bercocok tanam padi sawah atau yang bergerak dibidang usaha lain. Akibatnya, mereka tidak peduli dengan fungsi mereka sebagai penopang ketahanan pangan nasional dengan berproduksi padi semaksimal mungkin.
Rasionalisasi tersebut, mungkin saja petani akan mengurangi biaya produksi seperti tidak menggunakan pupuk dan pestisida, benih mereka ambil dari produksi sendiri dan bukan benih unggul, seperti halnya petani kita zaman dulu. Atau mereka mencari input produksi alternatif yang lebih murah. Produktivitas pasti rendah dan mereka bercocok tanam padi sawah bukan untuk tujuan komersil lagi, tetapi hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya semata (subsisten). Tidak menutup kemungkinan mereka menanam lahan sawahnya dengan komoditi yang lebih menguntungkan seperti palawija bahkan mungkin karet atau sawit, atau menjual sawah mereka dan beralih ke profesi lain. Dampaknya adalah ketersediaan beras nasional akan semakin berkurang dan ketergantungan terhadap impor beras yang tidak strategis tersebut semakin besar.
Bagaimana menggairahkan petani untuk mau bercocoktanam padi sawah dan meningkatkan produksinya? Kebijakan menanam tiga kali setahun, kurang bijaksana bagi ekologis tanaman padi dan secara ekonomi tidak menguntungkan. Penanaman padi secara terus menerus dapat mengakibatkan terkurasnya unsur hara tertentu yang tidak dapat digantikan dengan pupuk anorganik yang banyak dijual dimasyarakat, selain itu juga dapat merusak struktur tanah serta biologi tanah. Pemupukan yang terus menerus dengan dosis yang selalu ditingkatkan dapat mengakibatkan meningkatnya kemasaman tanah yang berakibat unsur hara tidak tersedia bagi tanaman. Penanaman padi sawah secara terus menerus sepanjang tahun juga dapat mengakibatkan makin berkembangnya hama dan penyakit padi karena siklus hidup hama dan penyakit tersebut tidak pernah diputus dan sumber makanannya selalu tersedia.
Kebijakan pemerintah daerah untuk menggairahkan petani menanam padi sawah sebaiknya diarahkan pada pemberian subsidi pada sarana produksi. Meskipun pemerintah pusat telah menerapkan kebijakan itu, pemerintah daerah sebaiknya menambah subsidi tersebut sehingga selisih antara penerimaan dan biaya produksi semakin besar. Selain itu adalah mengurangi biaya usaha tani dengan menerapkan mekanisasi pertanian. Dengan mekanisasi pertanian selain dapat mengurangi biaya produksi juga luasan areal yang dapat ditanami semakin luas dan proses produksi semakin cepat dan tepat waktu dengan kualitas produksi yang semakin baik. Selain dari itu petani tidak dianjurkan menjual produknya dalam bentuk gabah tetapi setidak-tidaknya dalam bentuk beras. Apalagi bila pemerintah daerah yang baik hati akan membeli beras petani dengan harga yang sudah disubsidi pula. Apabila pemberian subsidi tersebut dapat diterima petani padi sawah sebesar Rp. 3000 perkilogram beras saja, maka penerimaan petani perhektar dari subsidi saja dapat mencapai Rp. 6.000.000,- setiap kali panen. Belum lagi keuntungan yang diperoleh petani dari pengurangan biaya produksi dengan menerapkan mekanisasi pertanian serta semakin luasnya lahan yang dapat ditanami. Apabila kebijakan ini diterapkan dengan baik dan penuh tanggungjawab, tentu petani akan bergairah menanam padi dan ketakutan kita akan kekurangan pangan khususnya makanan pokok beras tidak perlu dikhawatirkan.

Tidak ada komentar: